Laman

Senin, 12 Desember 2011

Pemeliharaan Ulat Sutera



Mata kuliah              : Ilmu Hama  Hutan                        Praktikum ke - 5
Tempat Praktikum    : Lab. Etnomologi                            Hari Praktikum : Senin


PEMELIHARAAN ULAT SUTERA

Anggota Kelompok :
1.         Erfan Handani               ( E44090011 )
2.         Dewi Rengganis                        ( E44090012 )
3.         Memet Selamet Purnama          ( E44090037 )
4.         Devhiawati Kusmalinda ( E44090073 )
5.         Agustina Puspita Dewi  ( E44090079 )

Asisten :
1.            Nur Trianna Aprilia
2.            Anindita Julian

Dosen :
Dr.Ir.Noor Farikhah Haneda, M.S


 





LABORATORIUM ENTOMOLOGI HUTAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Ulat sutera pada dasarnya sangat rentan terhadap kondisi lingkungan dan penyakit. Oleh karena itu dalam pemeliharaannya harus mengikuti standar-standar teknis pemeliharaan yang berlaku sehingga dalam pemeliharaannya ulat dapat berkembang dan menghasilkan kokon yang berkualitas. Sering terjadi pemeliharaan ulat sutera alam dalam pelaksanaannya kurang memperhatikan tahapan kegiatan pemeliharaan ulat dan kebutuhan optimal dari ulat sehingga ketika kualitas kokon yang dihasilkan rendah maka sering menimpakan kesalahan pada factor bibit/telur yang kurang baik.
Ulat sutera termasuk ke dalam golongan binatang berdarah dingin sehingga suhu badannya akan sangat mudah terpengaruh oleh suhu dan kelembaban tempat pemeliharaannya. Selain itu ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan selain suhu dan kelembaban nisbi, yaitu kualitas udara, aliran udara, cahaya, dll. Kecocokan iklim mikro di tempat pemeliharaan ulat sutera juga dipengaruhi oleh kesegaran udara dan tingkat pergantian udara. Ventilasi yang baik akan menyebabkan temperature dan kelembaban nisbi yang diinginkan dapat dicapai. Misalnya ketika udara cukup panas atau justru terlalu lembab, maka dengan adanya ventilasi yang baik kondisi yang lebih optimal dapat diciptakan.
Hal yang penting juga menjadi pertimbangan adalah bahwa kondisi ruang pemeliharaan harus disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ulat, karena tingkat pertumbuhan ulat yang berbeda akan berpengaruh pada kondisi optimal lingkungan yang dibutuhkan. Sebagai contoh, ulat kecil dengan tingkat pertumbuhan yang masih lemah akan membutuhkan suhu dan kelembaban yang berbeda dibanding ulat besar yang kondisi tubuhnya sudah relative lebih kuat. Oleh karena itu dalam pemeliharaan ulat sutera harus diperhatikan untuk senantiasa menyesuaikan iklim mikro di tempat pemeliharaan supaya cocok dengan pertumbuhan ulat sutera, sehingga dapat memproduksi kokon yang berkualitas.
1.2  Tujuan
1.      Mahasiswa mengetahui siklus hidup ulat sutera
2.      Mahasiswa mampu menjelaskan siklus hidup ulat sutera dengan benar
3.      Mahasiswa mengetahui berbagai karakter hidup ulat sutera dan cara                        memeliharanya dengan baik dan benar








BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengamatan Panjang dan Diameter Ulat Sutera Berdasarkan Instar
Hari Ke-
Instar Ke-
Panjang Rata-rata (cm)
Diameter Rata-rata (cm)
Arah Makan
Keteraangan Lain
1
I
0.9
0.15
pinggir daun

2
0.9
0.15
pinggir daun

3
0.9
0.15
pinggir daun

4
1.0
0.17
pinggir daun

5
1.2
0.20
pinggir daun

6
II
1.2
0.20
pinggir daun

7
1.8
0.30
pinggir daun

8
2.0
0.40
pinggir daun

9
2.2
0.40
pinggir daun

10
III
2.2
0.40
pinggir daun

11
2.4
0.40
pinggir daun

12
2.4
0.40
pinggir daun

13
2.5
0.50
pinggir daun

14
IV
2.5
0.50
pinggir daun

15
2.8
0.52
pinggir daun

16
2.9
0.52
pinggir daun

17
3.0
0.60
pinggir daun

18
3.4
0.60
pinggir daun

19
V
3.8
0.70
pinggir daun

20
4.0
0.80
pinggir daun

21
4.0
0.80
pinggir daun

22
Mati
Mati


Berat Kokon : 2 gram

2.2 Pembahasan
            Ulat sutera adalah larva dari serangga yang termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna.  Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi.  Selama menjadi ulat, merupakan masa makan dan terjadi 4 kali pergantian kulit. Sebelum terjadi pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar 1, instar 2, instar 3, instar 4 dan instar 5,  dan ulat sutera sama sekali berhenti makan, saat ini dinamakan masa tidur atau masa istirahat.  Setelah instar 5 berakhir ulat mengokon untuk berubah menjadi pupa.  Selanjutnya pupa berubah menjadi kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur.
            Bentuk fisik ulat sutera sangat khas. Fisik ulat sutera terbagi ke dalam tiga bagian utama. Yakni kepala, bagian thorax, serta abdomen atau tubuh. Di bagian kepala terdapat antena sebagai organ syaraf perasa. Ada rahang untuk mengunyah makanan. Ada pula mata. Dan masih ada spinneret, tempat keluarnya filamen sutera. Dibutuhkan ruang gelap untuk penetasan telur sutera. Ketika baru menetas, ulat hanya memiliki panjang tiga milimeter. Setelah sehari, ulat bertambah panjang menjadi sekitar sembilan milimeter.pertambahan panjang rata-rata dari ulat sutera berkisar antara 1 mm-4 mm, sedangkan pertambahan diameter rata-rata ulat sutra berkisar antara 0,1 mm – 2 mm.   Selama menjalani fase larva, ulat sutera mengalami empat kali ganti kulit dan lima periode makan. Periode makan ini disebut Instar. Bayi-bayi ulat berumur sehari membutuhkan pakan daun murbei muda dan suhu udara yang lembab. Sepanjang perjalanan hidup ulat sutera dari mulai periode instar pertama hingga kelima, ulat mengalami empat kali pergantian kulit. Kondisi ini berbarengan dengan perkembangan bentuk tubuhnya yang juga bertambah besar. Sesudah instar ketiga, menjelang instar keempat dan lima, ulat pun tidur. Pada instar kelima menjelang pengokonan, selama dua hari ulat sutera makan daun murbei tanpa henti. Ketika masa pengokonan tiba, ulat tak lagi makan selama tiga hari. Tubuh ulat menjadi lebih bening saat pengokonan tiba dan bagian mulut mulai mengeluarkan serat. Siklus hidup ulat sutera sejak bayi hingga masa kawin serta bertelur hanya berlangsung selama kisaran waktu satu bulan. Kupu-kupu melewati fase perkembangan hidup sebagai pupa kurang lebih dua pekan. Kupu-kupu baru bisa keluar setelah mengeluarkan cairan liur, khusus untuk melubangi kokon rumah serat sutera yang dibangunnya selama tiga hingga lima hari tanpa henti. Pemeliharaan ulat besar dilaksanakan pada instar IV dan instar V. Kedua instar ini secara fisiologi sangat berbeda satu sama lainnya. Instar IV lebih dekat pada ulat sutera kecil, maka pemeliharaan dititik beratkan pada menjaga lingkungan yang bebas penyakit, suhu dan kelembaban yang sesuai, pemberian pakan yang cukup dan bergizi.Pada instar V merupakan fase terpenting pemeliharaan ulat sutera, karena pada fase ini pertumbuhan kelenjar sutera berjalan cepat. Keperluan daun murbei untuk pakan hampir 90% dihabiskan pada instar V, sehingga daun murbei harus dimanfaatkan seefisien mungkin. Pengokonan terjadi pada ulat sutera diakhir instar ke-5, yaitu proses membungkus diri dengan serat yang dikeluarkan dari mulutnya, sebelum berubah bentuk menjadi pupa. Kokon inilah yang dimanfaatkan oleh manusia untuk bahan baku benang, sehingga pengokonan harus ditangani dengan benar, baik persiapan alat pengokonan maupun pelaksanaannya, supaya menghasilkan kokon yang berkualitas baik.
            Pada waktu itu ulat sutera sudah waktunya mau mengokon dengan ciri-ciri yaitu (1) napsu makan berkurang, bahkan berhenti sama sekali, (2) Tubuhnya menjadi tembus cahaya dan berwarna bening, (3) Ulat sutera cenderung berjalan ke tepi dan kepalanya diangkat-angkat seakan-akan mencari pegangan, (4) Dari mulutnya mengeluarkan liur, (5) Kalau ulat sutera sudah memperlihatkan tanda-tanda tersebut harus segera dipindahkan ke tempat pengokonan
            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan setiap hari larva diukur diameter kepala dan panjang tubuhnya. Berdasarkan data yang didapat pertumbuhnya, ulat sutera itu punya fase-fase pertumbuhan, yaitu fase pertama sekitar  4 hari sebelum masuk ke instar I atau ganti kulit yang pertama dengan ukuran diameter dan panjang yang relatif kecil dan setelah itu memasuki periode instar I atau ganti kulit untuk pertama kalinya Setelah itu, empat hari berikutnya  ulat kembali berganti kulit untuk memasuki instar II dan kembali berganti kulit serta terjadi pertambahan diameter dan panjang yang relatif signifikan. Pada fase kedua dan ketiga, semua kulit ulat sutera berganti. Tiga fase ini ditempuh dalam tiga belas hari. Pada fase ini, ulat masih sangat sensitive.Fase ke empat, yang dimulai dari hari ke 15, selama 4-6 hari dan setelah itu memasuki instar IV dan mengalami pertambahan diameter dan panjang. Pada fase akhir, ulat sutera akan berhenti makan dan mulai membuat kepompong selama 2-3 hari. Dan ulat mencapai instar V pada hari ke- 23. Pada tahap ini, ulat akan membentuk kokon (kepompong).
            Pada larva yang masih berusia muda, larva ulat sutera memakan daun murbei yang telah di buat kecil-kecil. Tapi setelah ulat sutera berukuran besar, daun yang diberikan menjadi lebih tua dan tetap dirajang tapi tidak terlalu kecil, dan selain itu daun yang diberikan jangan terlalu basah. Pada saat pengamatan juga dilihat cara makan ulat sutera yang pada umumnya dari bagian pinggir daun. Sedangkan bentuk ulat sutera yang kita pelihara memperlihatkan perubahan warna, pada saat kecil warnanya agak kehitaman sedangkan pada saat beranjak dewasanya warnanya semakin putih terang. Ulat sutera mengalami pembentukan kokon setelah 23 hari dan pengokonan berlangsung sampai hari ke- 26, setelah itu kokon tersebut tidak berubah menjadi kupu-kupu. Dari empat ulat sutra yang dipelihara hanya satu ulat sutra saja yang sampai membentuk kokon. Tiga yang lainnya mati sebelum membentuk kokokn ini mungkin disebabkan kekurangan makanan atau mungkin juga daun murbeynya terlalu tua sehingga tidak bisa dimakan oleh ulat sutra.



BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa, siklus hidup ulat sutera mengalami empat kali ekdisis dan lima instar. Selain itu, dalam pemeliharaan ulat sutera, aspek makanan merupakan faktor yang penting selain kodisi lingkungan yang bersih agar ulat sutera bisa tumbuh dengan baik. Dari semua ulat sutera yang dipelihara, semua ulat sutera mengalami kematian pada fase pembentukan kokon.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim.__. Proyek Pengembangan Persuteraan Alam Di Indonesia. Japan International ooperation Agency.
Anonim. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pemeliharaan Ulat Sutera Perum Perhutani. Perum Perhutani. Jakarta.
Anonim. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pembuatan Tanaman dan Pemeliharaan Kebun Murbei Perum Perhutani. Perum Perhutani. Jakarta.
Atmosoedarjo, Sukiman dkk. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Guntoro, Suprio. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Kanisius. Yogyakarta.